Pelaku Industri Girang Jika PPN Kripto Dihapus, Tapi Minta PPH Cukup 0,1%

Pelaku industri aset kripto menyambut positif langkah pemerintah yang berencana menghapus tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi aset kripto. Kebijakan ini dinilai sebagai sinyal bahwa pemerintah mulai mengakui kripto sebagai aset keuangan, bukan lagi sekadar komoditas. Namun, di sisi lain, Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi kripto justru dinaikkan menjadi 0,2 persen.
Saat ini, pemerintah masih menerapkan skema pajak final terhadap transaksi aset kripto melalui exchange resmi. PPh final dikenakan sebesar 0,1 persen, sementara PPN sebesar 0,11 persen. Dengan demikian, total beban pajak atas transaksi aset kripto mencapai 0,21 persen. Jika transaksi dilakukan di luar Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) resmi, tarif PPN bahkan meningkat menjadi 0,22 persen.
Chairman Indodax Oscar Darmawan menilai penghapusan PPN akan memberikan dampak positif bagi ekosistem kripto di Indonesia. Ia berharap PPh juga dapat kembali disesuaikan menjadi 0,1 persen, selaras dengan tarif PPh atas transaksi saham.
Baca Juga: Dana Institusional Membanjiri ETF, Bitcoin Pecah Rekor di Tengah Perubahan Struktur Pasar Kripto
"Harapannya, ke depannya pemerintah mengevaluasi supaya besaran PPh-nya cukup 0,1 persen seperti sebagaimana transaksi perdagangan saham saja," kata Oscar dalam acara Bitcoin Pizza Day di Jakarta, Jumat, 23 Mei 2025.
Oscar menjelaskan, penghapusan PPN menandai pergeseran status hukum aset kripto. Selama ini, aset kripto dianggap sebagai komoditi yang dapat dikenai PPN. Jika kini tidak lagi dikenakan PPN, artinya aset kripto dipandang sebagai aset keuangan.
"Ini membuat kripto menjadi dianggap sebagai aset keuangan, karena aset keuangan itu tidak dikenakan PPN," tegas Oscar.
Baca Juga: Indodax Tunjuk William Sutanto sebagai CEO Gantikan Oscar Darmawan
Lebih lanjut, Oscar menyampaikan potensi penggunaan aset kripto sebagai alat tukar dalam transaksi, termasuk oleh wisatawan mancanegara. Menurutnya, hal ini bisa mempercepat perputaran ekonomi nasional dan meningkatkan devisa karena turis tidak perlu menukar uang terlebih dahulu.
"Saya kira salah satu keuntungannya itu juga mempercepat perputaran ekonomi, karena likuiditas daripada kripto kan sekarang cukup bagus," ujarnya.
Namun, Oscar mengakui bahwa kripto belum bisa digunakan sebagai alat pembayaran resmi di Indonesia karena terbentur Undang-Undang Mata Uang dan regulasi Bank Indonesia. UU Mata Uang dan Peraturan BI Nomor 18/40/PBI/2016 masih mewajibkan transaksi dalam negeri hanya menggunakan rupiah.
"Oleh karena itu, aset kripto tidak bisa menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia karena adanya dua undang-undang tersebut," kata Oscar. Ia pun mendorong agar pemerintah dan otoritas terkait segera merevisi regulasi tersebut agar kripto dapat digunakan lebih luas dalam sistem ekonomi nasional.
相关文章
Begini Pesan Cak Imin untuk Anggota Legislatif PKB 2024 Terpilih
JAKARTA, DISWAY.ID- Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar bersyukur sek2025-05-24Irjen Karyoto Ingatkan Anggotanya Tak Terlena Jaga Pencoblosan: 21 TPS Sangat Rawan
SuaraJakarta.id - Polda Metro Jaya kembali menggelar apel jelang hari pencoblosan Pemilu 2024 pada R2025-05-24Cek Formasi CPNS 2024 untuk Lulusan SMA/SMK di Kemenkumham, Kejagung, dan Kemenhub
JAKARTA, DISWAY.ID -Cek formasi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk lulusan SMA/SMK/sederajat di2025-05-24Dukung Budaya Bersepeda di Belanda, Ada 14 Kota Punya Zona Tanpa Emisi
Jakarta, CNN Indonesia-- Belanda sudah sangat erat kaitannya dengan budaya bersepeda, tetapi hal itu2025-05-24KPK Dorong Akselerasi BMD Dalam Upaya Pencegahan Kerugian Negara
JAKARTA, DISWAY.ID- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendorong akselerasi pemanfaatan Barang2025-05-24KUHP Baru Dinilai Bisa Selamatkan Terdakwa Kasus Pelanggaran Hukum Berat, Contohnya Ferdy Sambo
Warta Ekonomi, Jakarta - KUHP atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang baru dianggap sebagai antit2025-05-24
最新评论