Masa Depan Indonesia: Pembangunan Harus Inklusif Berbasis Etika
Kampus, sarjana, dan para akademisi memiliki tanggung jawab tidak hanya moral, tetapi juga tanggung jawab sosial. Hal ini diwujudkan dengan melaksanakan apa yang harus dilakukan berdasarkan ilmu pengetahuan, kecakapan, dan kemahiran yang telah dikuasai—tentu dengan berbasis etika dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi.
Gambaran besar Indonesia adalah perpaduan antara optimisme dan kewaspadaan. Ada banyak alasan untuk optimis terhadap masa depan Indonesia, terutama sebagai negara yang menempati peringkat pertama dalam kategori negara dengan tingkat kesejahteraan subjektif (flourishing). Hal ini terlihat dari studi global oleh Universitas Harvard, Universitas Baylor, dan Gallup pada tahun 2024. Artinya, orang Indonesia adalah yang paling puas dan bersyukur dengan kehidupannya, bahkan dibandingkan dengan negara-negara maju sekalipun.
Namun, di sisi lain, tantangan nyata masih menghadang kita, yaitu masalah ketimpangan dan kemiskinan. Kita tidak boleh hanya puas dengan persepsi kebahagiaan, tetapi juga harus jujur pada realitas objektif yang harus diatasi bersama. Ketimpangan masih tinggi (indeks Gini 0,379), dan jurang pemisah antara segelintir orang kaya dengan mayoritas rakyat yang terbelit lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty) masih sangat lebar.
Di sisi lain, Bank Dunia menyebutkan bahwa pada tahun 2024, lebih dari 60,3% penduduk Indonesia (setara dengan 171,8 juta jiwa) hidup di bawah garis kemiskinan. Sementara itu, data resmi BPS mencatat tingkat kemiskinan Indonesia per September 2024 sebesar 8,57% atau sekitar 24,06 juta jiwa. Perbedaan ini terjadi karena indikator yang digunakan sangat berbeda. Misalnya, menurut BPS, sebuah keluarga dengan lima anggota dan penghasilan sekitar Rp3 juta ke atas tidak termasuk kategori miskin. Sedangkan menurut Bank Dunia, keluarga dengan lima anggota harus berpenghasilan sekitar Rp17 juta ke atas baru dianggap bukan keluarga miskin.
Bagaimana menyikapi perbedaan angka ini? Kita harus bijaksana. Jika hanya memakai standar minimum nasional, kita mungkin merasa sudah berhasil, padahal sebagian besar rakyat belum mencapai standar hidup yang bermartabat sesuai tingkat perkembangan ekonomi. Namun, penerapan standar Bank Dunia sepenuhnya tanpa penyesuaian juga tidak realistis. Keluarga berpenghasilan Rp17 juta jelas lebih dari cukup, terutama di daerah. Intinya, kemiskinan adalah isu bersama yang harus terus diperangi.
Isu terakhir bagi Indonesia ke depan adalah "Etika dalam Pembangunan sebagai Kompas Masa Depan Bangsa". Etika memegang peran vital dalam pembangunan. Pembangunan harus inklusif dan mempertimbangkan aspek baik-buruk, tidak hanya mengejar angka pertumbuhan, tetapi juga:
Memastikan tak ada yang tertinggal,
Mengoreksi ketimpangan akses,
Menjunjung martabat manusia, bukan hanya statistik.
Etika menuntun kita untuk tidak puas hanya dengan penurunan angka kemiskinan versi nasional, melainkan mendorong kebijakan yang meningkatkan standar hidup rata-rata, selaras dengan posisi Indonesia sebagai negara berkembang maju.
"The real development is not how fast we progress, but how much we progress together."
("Pembangunan sejati bukanlah tentang seberapa cepat kita maju, tetapi seberapa banyak yang kita ajak maju bersama.")
Isu keadilan tidak boleh dilupakan. Pola pembangunan ke depan harus:
a) inklusif dalam kebijakan,
b) etis dalam pendekatan, metode, dan tindakan,
c) mengedepankan visi jangka panjang yang berkesinambungan dan berkelanjutan.
下一篇:Ceroboh! Bisa Dipidana Kamu Anies
相关文章:
- Rakyat Jakarta Kebanjiran, Eh Gubernurnya Malah Bikin Balapan Mobil
- 2025美国城市规划专业大学排名榜单!
- Kostum Debat Cawapres: Formal, Gaya Anime, Sampai Pencinta Alam
- Izin PAUD dan RA Multi Layanan Bakal Disederhanakan Jadi Single Licensing
- Jumlah Wisatawan saat Libur Nataru Diprediksi Tembus 40%, Siap Mitigasi Resiko dan Kemacetan
- Fexuprazan vs PPI: Mana Lebih Efektif Atasi GERD?
- IHSG Sesi Siang Naik 0,36% ke 7.192, INCO, ASII dan MBMA Top Gainers LQ45
- Dorong Kesiapan Fisik dan Literasi Keuangan Haji, BPKH Gelar Hajj Run 2024
- Dokter Tetap Anjurkan Vaksin Mpox Meski Sudah Dapat Vaksin Cacar
- Modal Dasar Rp32,9 Miliar, Produsen Serat Optik CCSI Dirikan Anak Usaha Baru
相关推荐:
- Apa yang Terjadi Jika Sarapan Telur Setiap Hari?
- 2025美国环境科学专业排名
- Heri Hermansyah Terpilih Jadi Rektor UI 2024
- Soal Kans PDIP Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Usai Megawati Pulang dari Uzbekistan
- 10 Destinasi Wisata Thailand Favorit Turis versi Tripadvisor
- Kisah di Balik Tiara Istri Pangeran Abdul Mateen, Ada 838 Berlian
- Dorong Kesiapan Fisik dan Literasi Keuangan Haji, BPKH Gelar Hajj Run 2024
- Kisah di Balik Tiara Istri Pangeran Abdul Mateen, Ada 838 Berlian
- Jadi Google Doodle Hari Ini, Ada Apa dengan Rendang?
- Wamenekraf Ingin M56 Semakin Lebarkan Sayap di Pasar Global Melalui Kolaborasi
- Pas Formula E Digelar, Pasti Jakarta Macet, Pasti!
- 10 Negara Paling Ramah di Dunia 2024, Indonesia Tak Termasuk
- Kemang hingga Kota Tua, Jelajahi 5 Spot Mekarnya Tabebuya di Jakarta
- Ibu Hamil Boleh Naik Pesawat Umum, Cek Dulu Syarat dan Aturannya
- MIND ID Targetkan Turunkan Emisi 21,4% pada 2030, Ini Jurusnya
- Kemenag: Azan Magrib Diganti Running Text Saat Misa Akbar Paus Hanya untuk WIB
- Apa yang Terjadi Jika Makan Pisang Berbarengan dengan Susu?
- Deretan 3 Destinasi Wisata Sustainable Tourism di Indonesia
- OECD: Inflasi di AS Akan Melonjak 3,9 Persen, Jelas Yang Menanggung Rakyat
- Berapa Uang Tip yang Pantas untuk Staf Hotel?