Sabai Sabai dan Hidup yang Tak Perlu Terburu
Siapa yang menyangka, kota Vientiane, yang sebelumnya tak pernah terlintas di benak saya, menjadi tempat tinggal saya selama enam bulan. Awalnya, saya berpikir, "Vientiane? Bukankah itu mirip dengan Vietnam? Atau mungkin dekat Vienna?"
Ternyata, kota ini adalah ibu kota Laos, negara yang sering disebut "Tanah Terkunci" karena dikelilingi oleh Myanmar, Vietnam, China, Kamboja, dan Thailand. Meski tanpa garis pantai, Laos memikat dengan pegunungan dan hutan-hutannya yang memesona.
Saat saya berpamitan untuk penugasan di Laos, pimpinan saya sempat bertanya dengan nada sedikit meremehkan, "Kenapa harus ke Laos?" Namun, siapa sangka, saya justru jatuh cinta-bukan hanya pada Vientiane, tetapi juga pada orang-orangnya yang hangat dan ramah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menariknya, saya sempat mengambil kelas tari Topeng Malangan sebelum berangkat, dengan tujuan mengenalkan tarian khas dari kota kelahiran saya, Malang. Dalam pengajaran bahasa Indonesia, murid-murid sangat antusias dan kooperatif mengikuti kelas sampai saat ini.
Berbagai macam tujuan mereka mempelajari bahasa Indonesia, antara lain, ingin melanjutkan studi S2 di Indonesia, ingin mengikuti program pertukaran bahasa dan budaya di universitas-universitas Indonesia, ingin berwisata ke Indonesia, dan juga ingin bekerja di sana.
Selama tinggal di Vientiane, saya sering mendengar komentar yang bernada skeptis. Seorang wisatawan pernah berkata, "Nothing to do here right?" Namun, saya berpikir sebaliknya. Justru ada banyak hal yang bisa dilakukan.
![]() |
Mengajar bahasa dan budaya Indonesia, menjelajahi berbagai situs seperti Wat Sisaket, Wat That Luang, Museum Ho Prakheo, Museum Lao Textile, dan Patuxai, hingga berbagi momen memasak dan joging dengan murid-murid, semua memberi warna tersendiri dalam keseharian saya.
Tak lupa, selama penugasan ini, saya juga berhadapan dengan tantangan unik. Salah satunya adalah "jam karet" versi Laos, di mana keterlambatan murid sering terjadi karena budaya Sabai Sabai, yang barangkali serupa dengan sikap santai di Indonesia.
Bersambung ke halaman selanjutnya>>>>>
Saya juga sempat mengambil kursus privat bahasa Lao selama dua bulan sebagai media pendukung pengajaran BIPA, khususnya di kelas BIPA anak dan juga untuk berkomunikasi sehari-hari di pasar atau memberi arahan taksi online.
Selain itu, saya juga harus beradaptasi dengan minimnya makanan halal, dan seringnya bertemu anjing liar saat berjalan-jalan, sebuah pengalaman yang cukup mendebarkan bagi saya.
Sebuah pengalaman berkesan adalah saat mengunjungi Luang Prabang, kota cantik yang menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO. Destinasi seperti Air Terjun Kuangsi, Phousi Hill, Wat Xiengthong dan tradisi Takbat, di mana para biksu menerima makanan atau uang dari masyarakat, menjadi pengalaman yang sangat mendalam bagi saya.
Ritual Takbat saat ini sudah menjadi atraksi budaya yang menarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Bahkan, tur wisata dan hotel-hotel di sana menyediakan paket untuk bertakbat. Takbat dilakukan di subuh hari sekitar pukul 5. Masyarakat menunggu biksu datang dengan menggelar tikar dan duduk di di bawah. Para biksu biasa bangun sebelum subuh dan bermeditasi serta berdoa melantunkan pujian.
Setelah itu mereka berjalan menyusuri kota untuk menerima sedekah makanan dari masyarakat yang dimasukkan ke dalam sebuah bejana yang para Biksu bawa. Biasanya masyarakat memberi sedekah berupa nasi ketan, buah-buahan, lauk, makanan ringan dan juga uang.
Biksu dianggap sebagai figur yang dihormati. Mereka memiliki status yang lebih tinggi dalam hierarki sosial karena mereka telah mengabdikan diri untuk kehidupan spiritual dan meditasi.
Dengan ber-takbat masyarakat Laos memercayai karma baik akan datang pada mereka. Walaupun banyak wisatawan berpartisipasi dalam Takbat, saya memilih untuk hanya mengamati, menghormati ritual keagamaan yang sakral tersebut. Juga, bagi saya menghormati tradisi takbat juga merupakan bagian dari toleransi.
Penugasan di Laos tak hanya menambah daftar negara yang saya kunjungi, tapi juga memperkaya pengalaman hidup saya. Laos, dengan segala keunikannya, telah memberikan saya banyak cerita dan pelajaran yang tak terlupakan.
下一篇:Marak Turis Ditipu Tukang Becak di London, Minta Dibayar Rp26 Juta
相关文章:
- Awas, Jangan Konsumsi 7 Makanan Ini Bersamaan dengan Pepaya
- Kondisi IHSG pada Awal Perdagangan Pekan Ini, Terapresiasi atau Terkoreksi?
- Bursa Eropa Catat Kenaikan Mingguan Kelima, Investor Soroti Negosiasi Tarif AS
- Tak Cuma Buat Diet, Cuka Apel Juga Bisa Bikin Kulit Jadi Lebih Cantik
- Tips untuk Penumpang Pesawat: Cuma Duduk Saat Penerbangan Bisa Bahaya
- Keras! Aktor Reza Rahadian Orasi di DPR: Ini Negara Bukan Milik Keluarga, Lawan!
- Makan 12 Anggur saat Malam Tahun Baru Konon Bawa Keberuntungan
- Pemprov DKI Belum Bisa Cabut Pergub Soal Penggusuran, Ini Alasannya
- BPBD DKI: Banjir Jakarta di 68 RT Sudah Surut Senin Petang
- 2025年世界设计学院排名前十
相关推荐:
- Dewi Perssik Kurang Enak Badan, Mediasi dengan Haters Ditunda
- PPATK Ungkap 28.000 Rekening Jual
- Penyanyi Buzar Hadirkan Lagu Cinta Bertajuk "Violet"
- 2025世界大学环境设计专业排名
- 'No Sugar Diet', Benarkah Tak Boleh Ada Gula Sama Sekali?
- Daftar 6 Zodiak yang Paling Beruntung di Tahun 2025
- 2025艺术设计专业世界排名TOP4
- Makan 12 Anggur saat Malam Tahun Baru Konon Bawa Keberuntungan
- Awal Cerita Kesuksesan CEO BYD, Beli Perusahaan yang Mau Dilikuidasi
- Jokowi Bentuk Badan Gizi Nasional 2 Bulan Jelang Lengser, Begini Respon GAPMMI
- FOTO: 'Menyulap' Sampah Jadi Kacamata Trendi
- Prakiraan Cuaca Jakarta Kamis 13 Oktober: Sore dan Malam Hujan
- Bacaan Doa Qunut Nazilah untuk Keselamatan Warga Palestina
- Organda Jabar Tolak 2.000 Taksi Asing Masuk Bandung Raya, Ancaman Bagi Pengusaha Lokal
- Terungkap, Suami yang Viral Pukul Istri di Depok Residivis Kasus Narkoba
- Novel Bamukmin Minta Ferdinand Hutahaean Dibikin Nasibnya Seperti M Kece
- Turis Ditangkap Gara
- Menag Yaqut Ajak Umat Islam Gelar Shalat Gaib Untuk Korban di Palestina
- Mahfud MD Tutup Debat Cawapres dengan Lagu Ebiet G Ade: Berita Kepada Kawan
- Xiaomi Merasa Jadi Korban Konspirasi Produk Otomotifnya